metrouniv.ac.id
- Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur
PascasarjanaIAIN Metro)
Tidak ada
orang yang tidak ingin menjadi unggul. Menjadi unggul berarti menjadi orang
yang lebih baik, maju, menjadi pemenang dan memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan yang lainnya. Boleh dkatakan menjadi unggul adalah fitrah dasar
manusia sejak awal penciptaannya. Para ahli biologi menyatakan bahwa manusia
sejak proses penciptaannya yaitu sejak bertemunya sperma dengan sel telur yang
kemudian menghasilkan pembuahan telah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk
menjadi unggul dan menjadi pemenang.
Proses
pembuahan sendiri menurut para ahli terjadi dalam waktu 24 jam setelah sel
telur dihasilkan. Setelah salah satu sel sperma dari jutaan sel sperma lainnya
menembus sel telur, maka sel telur akan berubah bentuk dan membentuk lapisan
sehingga sel sperma lain tidak bisa menembus masuk. Inilah yang disebut proses
pembuahan dan akan menjadi proses kehamilan. Dalam proses kehamilan itu janin
berkembang, lalu menjadi bayi, lalu dilahirkan dan kemudian menjadi manusia dewasa
yang tumbuh dan berkembang. Dan manusia itu adalah kita semua. Sehingga jelas
dalam keseluruhan proses ini, setiap kita dilahirkan dengan status sebagai
pemenang dan itu artinya kita ini paling unggul dibandingkan yang lainnya. Yang
lainnya kemana? Tentu mengalami kebinasaan karena dikalahkan oleh kita.
Jika dalam
proses penciptaan semua manusia adalah pemenang, mengapa dalam kehidupan dunia
nyata nilai-nilai keunggulan itu terkadang meredup atau terlupakan? Ada
diantara manusia yang hidupnya diliputi keputusasaan, nglokro,
kehilangan daya hidup, pesimis dan merasa dunia tidak berpihak kepadanya.
Hidupnya merasa tidak berguna dan berputus asa dari Rahmat Allah. Hidupnya
seperti baterai yang habis masa pakainya, sehingga malas berikhtiar dan tidak
berprestasi. Mereka lupa bahwa sebagai manusia ia diciptakan sebagai seorang pemenang dan bukan sebagai pecundang.
Hanya karena tantangan kehidupan saja mereka menyerah, padahal Allah
mengingatkan bahwa kehidupan ini adalah ujian supaya manusia dapat terus melakukan
yang terbaik. Dalam al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 2 Allah SWT berfirman :
???????? ?????? ????????? ???????????? ??????????????
????????? ???????? ???????? ?????? ??????????? ????????????
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa,
Maha Pengampun”. (QS.Al-Mulk: 2).
Berdasarkan
ayat tersebut, kehidupan dan kematian yang diberikan oleh Allah SWT adalah
merupakan bentuk ujian untuk menentukan siapa yang terbaik amal perbuatannya.
Dengan kata lain bahwa segala hal yang dialami dan dihadapi manusia sejak
dilahirkan dari Rahim ibunya hingga nanti ajal menjemput adalah bentuk ujian
dan tantangan. Yang berhasil melewati ujian dan tantangan itu adalah
manusia-manusia yang selalu berusaha untuk melakukan sesuatu dengan
sungguh-sungguh sehingga menjadi amalan yang terbaik atau menghasilkan
keunggulan. Sehingga dengan demikian jika manusia beribadah kepada Allah maka
ia akan beribadah dengan sungguh-sungguh dan berusaha untuk beribadah dengan
yang terbaik. Demikian pula jika ia menggeluti kehidupan duniawi ini, ia juga
akan berusaha sungguh-sungguh supaya menjadi yang terbaik (ahsanu “amala).
Berlomba Dalam Kebaikan
Untuk
berusaha menjadi unggul tentu saja harus tetap dalam koridor kebaikan dan
diniatkan semata-mata untuk ibadah kepada Allah SWT. Bukan berlomba menjadi
unggul tetapi dengan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Bukan pula
menjadi unggul untuk bersikap riya dan menyombongkan diri. Karena banyak juga orang
yang demi mencapai keunggulan melakukannya dengan cara yang tidak baik atau
dengan cara merendahkan dan menistakan orang lain. Masa bodoh orang, yang
penting dirinya berhasil mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan.
Jika orang
mendapatkan keberhasilan dan keunggulan dengan menghalalkan segala cara maka
orang itu terjebak dalam paham Niccolo
Machiavelli. Paham ini mensahkan dan menghalalkan segala cara untuk merebut dan
mempertahankan kekuasaan, untuk mempertahankannya mengadu domba diperbolehkan, serta boleh
dengan adu kekuatan sehingga yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. Atau
seperti perkataan Deng Xioping, tokoh komunis Cina: “Tidak masalah mau kucing
kuning atau kucing hitam, asalkan bisa menangkap tikus”. Bukan, bukan seperti
itu cara meraih keunggulan yang diajarkan Islam.
Meraih
keunggulan yang diajarkan Islam adalah melalui usaha ber- fastabiqul khairat,
atau berlomba-lomba dalam kebaikan. Mari kita camkan ayat Allah berikut ini:
????????? ????????? ???? ???????????? ????????????? ????????????
?????? ??? ??????????? ?????? ?????? ??????? ????????? ? ????? ??????? ?????
????? ?????? ????????
“Dan
setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah
akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 148).
Dalam
kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir
karya Muhammad Sulaiman Al-Asyqar , kata likulli wijhah, diartikan bahwa
tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri, yakni setiap umat beragama memiliki arah
kiblat, baik itu kiblat yang benar atau yang salah. Atau bisa dimaknai setiap
umat memiliki tujuannya masing-masing. Maka untuk mencapai tujuan masing-masing
itu mereka berlomba-lomba kepada kebaikan. Kita sebagai muslim, juga memiliki
kibat dan tujuan, maka kita harus tegak lurus dengan keimanan kita kepada Allah,
menghadapkan diri kepada kiblat kita untuk mencapai tujuan. Caranya adalah
dengan terus berusaha sekuat tenaga, berlomba tidak kenal lelah dalam menggapai
kebaikan dan ridho Allah SWT. Semangat ini yang juga terus dijaga dalam tradisi
pesantren dengan ungkapan man jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil. (Bandar Lampung, mh.07/12/21).
Online | : | 1 User |
Hits | : | 4067864 |
Hari Ini | : | 69 |
Bulan Ini | : | 1513 |
Tahun Ini | : | 5309 |
Total | : | 1861947 |
Halaman :