• Telp : 0725-47297, 41507
  • Fax : 0725-47296
  • Email : iainmetro@metrouniv.ac.id
Diposting oleh Tgl 22-12-2021 & wkt 08:03:18 dibaca Sebanyak 189 Kali

metrouniv.ac.id - Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur PascasarjanaIAIN Metro)

Vivere Pricoloso adalah sebuah frasa Bahasa Italia yang artinya hidup penuh bahaya atau hidup yang menyerempet bahaya. Frasa ini dahulu pernah digunakan oleh Soekarno sebagai bagian dari judul pidato kenegaraan pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-19 Republik Indonesia tahun 1964. Judul pidato itu adalah ‘Tahun Vivere Pricoloso’ atau di singkat TAVIP, yang berarti Tahun Penuh Bahaya. Inti dari pidato Soekarno yang berjudul Tavip itu adalah bahwa proses revolusi Indonesia itu seharusnya berjalan kearah yang lebih baik, namun di ganggu oleh ranjau-ranjau subversiv yang ingin menggagalkannya. Ranjau-ranjau itu ada yang datang dari luar namun ada pula yang datang dari dalam tubuh bangsa sendiri. Soekarno menilai bahwa semua gangguan revolusi itu adalah resiko dan bahaya yang harus dihadapi dan tidak boleh gentar sedikitpun.

Judul pidato Presiden Soekarno itu kemudian menginspirasi Christopher Koch, seorang penulis Australia untuk menulis sebuah novel yang diterbitkan tahun 1978 dengan judul The Year of Living Dangerously, yang kemudian dijadikan film dengan judul yang sama. Film ini dibuat tahun 1982, di produksi di Australia dan dibintangi artis-artis terkenal seperti Mel Gibson, Sigourney Wiver, dan Linda Hunt.  Kisah film ini dilatarbelakangi keadaan di Jakarta pada tahun 1965 menjelang dan saat terjadinya peristiwa G-30 S/PKI.

Baik, lupakan soal isi pidato presiden Soekarno soal tantangan dan bahaya yang dihadapi dalam menjalankan revolusi Indonesia itu. Mari kembali kepada makna frasa Vivere Pricoloso yang sekali lagi berarti hidup yang menyerempet bahaya. Apa ada orang yang memilih hidup dengan menyerempet-menyerempet bahaya? Tentu ada, dan banyak. Para petualang yang hobinya berkelana menjelajah alam, pegunungan dan lembah, hidup dengan binatang buas,  walaupun terkadang nyawa menjadi  taruhannya. Pelaku kriminal: pencuri, penjambret, pembegal, perampok dan pelaku kriminal lainnya, bila sedang apes dan nahas dapat ditangkap massa, bisa meregang nyawa oleh karena menjadi luapan kemarahan. Belum lagi yang ditangkap polisi, diberi hadian timah panas. Ada sebagian orang memilih hidup atau terpaksa hidup dengan menyerempet bahaya.

Memilih hidup bervivere pericoloso menjadi pilihan sebagian orang. Dalam konteks yang positif pilihan ini tentu tidak ada masalah, karena sesungguhnya kehidupan ini memang penuh tantangan, dan memiliki gelombang pasang surut. Orang menyebut dinamika kehidupan. Apapun bahaya dan tantangannya harus dihadapi selagi untuk meraih hidup dan kehidupan yang lebih baik. Namun jika orang memilih hidup bervivere pericoloso dalam arti negative, maka akan menjadi masalah bagi kehidupannya dan kehiduan orang lain. Ia memilih hidup yang dekat-dekat dengan perilaku yang merusak, merugikan dirinya sendiri, merusak alam, mengganggu orang lain, tercebur dalam perilaku dosa dan maksiat yang tiada akhir. Jangan lakukan itu, jangan lakukan hidup yang menyerempet dosa dan maksiat.

 

Beramal Yang Menyerempet Dosa

 

Berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan apalagi perbuatan itu bisa berakhir dan berakibat pada perbuatan dosa dan maksiat. Ada orang yang terkadang memilih mencoba melakukan sesuatu dianggap persoalan dosa kecil namun lama-lama ia terjerumus pada perilaku dosa yang lebih besar lagi. Orang seperti itu diibaratkan sebagai orang yang tidak bisa berenang namun nekat memilih berenang ke tengah laut yang dalam dan bergelombang besar. Tenggelamlah orang itu di dasar laut dan ditelan gelombang.

Seorang pejabat yang baru saja diberikan amanah jabatan merasa  memiliki kewenangan dan peluang untuk menggunakan jabatannya. Awalnya ia mencoba menyelewengkan amanah jabatan itu dari hal-hal yang kecil, korupsi kecil-kecilan. Merasa aman. Karena menguntungkan, lalu ia mencoba penyelewengan dengan jumlah yang lebih besar, meningkat lebih besar lagi, hingga ia terjerumus dalam perilaku koruptif. Lama kelamaan ia menikmati perilaku koruptif itu, dianggap biasa dan merasa bukan perbuatan dosa. Di tempat lain, ada anak-anak muda yang memiliki lingkungan pergaulan baru, supaya dianggap gaul ia menerima ajakan kawannya mencoba menikmati pengalaman baru: merokok, miras, narkotika. Awalnya sebagai bentuk solidaritas berkawan, namun lama-kelamaan ia terjerumus di dalamnya lebih dalam dengan obat-obatan terlarang.

Nabi Muhammad mengingatkan kepada kita semua tentang larangan untuk tidak dekat-dekat dengan perbuatan yang dapat berakibat menjerumuskan diri kepada perbuatan dosa dan maksiat. Nabi mengibaratkan seperti seorang penggembala yang menggemblakan gembalaannya dekat pagar sebuah kebun, maka lama-kelamaan hewan piaraan itu akan menyerobot makan tanaman. Para ahli hikmah mengingatkan bahwa untuk mendapatkan kebaikan dan ketentraman hati dapat ditempuh salah satunya dengan banyak bergaul dan dekat bersama orang-orang yang shaleh. Memilih hidup dengan orang shaleh artinya memilih hidup dengan kebaikan dan tidak memilih hidup yang menyerempet-nyerempet dosa.

Kesimpulannya, boleh bervivere pericoloso (hidup menyerempet bahaya) untuk kebaikan, tetapi jangan bervivere pericoloso untuk dosa dan kemaksiatan. Kesimpulan ini lagi-lagi diambil dari kisah tentang Soekarno, Proklamator kita.

Saat menghadiri penutupan Muktamar NU di Solo, Jawa Tengah pada 28 Desember 1962. Penutupan muktamar itu bertepatan dengan hari Jum’at. Sesaat setelah Rais Aam PBNU KH.Abdul Wahab Chasbulah menyampaikan tausiyah, giliran Presiden Soekarno memberikan amanat. Seperti biasa, pidato Bung Karno selalu menggebu-gebu dan bersemangat. Saat itu beliau mengajak muktamirin untuk bervivere pericoloso.

“Saya selalu menganjurkan agar berani hidup nyerempet bahaya. Dalam bahasa asingnya Vivere Pericoloso. Jangan kita hidup baik sebagai bangsa maupun sebagai pemuda itu takut kepada bahaya. Apa yang benar, apa yang salah, ini yang benar itu yang saya jalankan, tidak peduli rintangan apa, tidak peduli ada bahaya di muka saya”.  Begitu kata Bung Karno dengan berapi-api.

“Sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW, pernahkan Nabi selamat, selamat, selamat, tidak! Jikalau perlu gempur! Jika perlu nyerempet kepada bahaya itu. Vivere Pericoloso”.  Dan Bung Karno terus berpidato semakin semangat. Waktu hari Jum’at dan sudah menunjukkan jam 11.45. Para muktamirin sudah hendak siap-siap sholat Jum’at. Tempo pidato Bung Karno mulai turun.

“Tetapi jangan kita vivere pericoloso terhadap Tuhan. Janganlah kita nyerempet bahaya yang ditentukan oleh Tuhan. Nah..sekarang juga saudara-saudari, jikalau saudara-saudari… terus pidato, terus pidato…jam sudah menunjukkan  jam 12 kurang sperempat, saya tidak berani vivere pericoloso terhadap Tuhan” Lalu Bung Karno mengakhiri amanatnya. Wallahu a’lam bishawab. (Pringsewu, mh.22/12/21)

Berita Lainnya

Masukkan Komentar

CHdtm

Total Komentar (0)


Halaman :
Facebook Pages
 
Twitter